2025-03-05 HaiPress
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi,pekerja profesional atau praktisi di bidangnya,pengamat atau pemerhati isu-isu strategis,ahli/pakar di bidang tertentu,budayawan/seniman,aktivis organisasi nonpemerintah,tokoh masyarakat,pekerja di institusi pemerintah maupun swasta,mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Daftar di sini
Kirim artikel
Editor Sandro Gatra
PERNYATAAN Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya baru-baru ini menegaskan bahwa presiden memiliki kewenangan untuk memberhentikan kepala daerah,meskipun mereka dipilih langsung oleh rakyat.
Pernyataan ini memicu diskusi mengenai batasan kewenangan presiden dalam sistem pemerintahan daerah di Indonesia.
Baca juga: Mendagri Peringatkan Kepala Daerah Bisa Diberhentikan meski Dipilih Rakyat
Secara hukum,kewenangan presiden untuk memberhentikan kepala daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal 68 UU tersebut menyatakan bahwa presiden dapat memberhentikan kepala daerah jika mereka tidak melaksanakan program strategis nasional.
Selain itu,kepala daerah dapat diberhentikan jika melanggar sumpah/janji jabatan,tidak menaati peraturan perundang-undangan,melakukan perbuatan tercela,atau menggunakan dokumen palsu saat pencalonan.
Mekanisme pemberhentian kepala daerah biasanya melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
DPRD dapat mengusulkan pemberhentian kepala daerah kepada presiden atau menteri terkait setelah melalui proses tertentu,seperti penyelidikan dan putusan Mahkamah Agung.
Jika DPRD tidak mengambil tindakan,maka pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dan mengambil keputusan pemberhentian.
Penting untuk dicatat bahwa kewenangan presiden dalam memberhentikan kepala daerah harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Hal ini untuk memastikan bahwa tindakan pemberhentian tidak bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dan demokrasi.
Dalam hemat saya,hukum menekankan bahwa "meskipun presiden memiliki kewenangan tersebut,mekanisme dan alasan pemberhentian harus jelas dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan".
Jika hal ini dilakukan karena ketidaksukaan ataupun adanya unsur politik,maka sudah dipastikan presiden melakukan tindakan sewenang-wenang atau penyalahgunaan kekuasaan. Tentunya presiden bisa dikenakan pasal perbuatan melawan hukum.
Baca juga: Salahkah Bahlil Bergelar Doktor?
Pernyataan Mendagri dan wakilnya bukan hanya soal perdebatan hukum semata,tetapi juga menyangkut pemahaman dasar tentang sistem ketatanegaraan Indonesia.
Pernyataan tersebut patut dipertanyakan: apakah ini bentuk ketidaktahuan hukum dari pejabat negara atau ada motif lain di baliknya?
Menurut Pasal 18 ayat (4) UUD 1945,"Gubernur,Bupati,dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi,kabupaten,dan kota dipilih secara demokratis."
Unlocking Wealth with Bazi: Master Chiu’s Exclusive Event in Hong Kong Decoding the Wealth Code Through Bazi (Eight Characters)
New Subsidiary in Mexico: SOUEAST Debuts S06 i-DM, S07, S09, Pushes Advanced New Energy Tech
Global Times: China-Central Asia Summit vital for the formation of a new Eurasian interaction model, says Tajik ex-official
Testimony of history: Cultural aggression must not be concealed, says Japanese civic group urging return of looted Chinese artifacts
NEDFON × Master Fa Ming: Merging Feng Shui and Fresh Air for a Healthier, Luckier Space
Global Times: Japanese civil group urges Tokyo to 'face history' through exhibitions of Japanese chemical warfare in WWII
©hak cipta2009-2020 Berita Hansen Mobile Games