2025-01-03 HaiPress
JAKARTA,iDoPress - Penghapusan ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold oleh Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi tonggak penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia.
Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia,Neni Nur Hayati,menilai putusan ini sebagai langkah besar menuju demokrasi yang lebih inklusif. Namun,ia menegaskan bahwa peran DPR sangat vital dalam memastikan implementasi putusan ini.
"DPR memiliki peranan yang sangat vital untuk memastikan perubahan ini dapat dilaksanakan," kata Neni dalam keterangannya seperti dikutip pada Jumat (3/1/2025).
Neni juga menekankan DPR harus mengedepankan prinsip partisipasi publik dalam menyusun RUU Pemilu yang baru.
"Penerapan prinsip meaningful participation atau partisipasi publik yang bermakna harus menjadi prioritas dalam menyusun RUU Pemilu," ujar Neni.
Baca juga: Mahfud MD Sebut Putusan MK Hapus Presidential Threshold Harus Ditaati,Ini Alasannya
Menurut Neni,partisipasi publik yang luas akan memastikan bahwa perubahan ini benar-benar mencerminkan aspirasi rakyat.
Neni juga menyoroti pentingnya reformasi internal partai politik sebagai langkah lanjutan untuk mendukung sistem demokrasi yang lebih baik.
"Partai politik harus memberikan support system kepada kader yang memiliki kapasitas dan kapabilitas,bukan malah menjadi penghalang," ucap Neni.
Dengan penghapusan presidential threshold,peluang munculnya partai politik baru dan calon presiden dari berbagai latar belakang menjadi lebih besar. Namun,Neni mengingatkan bahwa kondisi ini memerlukan strategi yang matang dari berbagai pihak untuk mengelola dinamika politik yang baru ini.
"Kita harus memastikan komunikasi politik yang adil kepada masyarakat,serta mempersiapkan mekanisme pencalonan partai politik yang transparan dan akuntabel," papar Neni.
Baca juga: Yusril: Pemerintah Hormati Putusan MK yang Batalkan Presidential Threshold
Putusan itu dibacakan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 pada Kamis (2/1/2025). Dalam putusan tersebut,Ketua MK Suhartoyo menyatakan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan konstitusi dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
Putusan ini merupakan hasil dari sidang gugatan diajukan oleh Enika Maya Oktavia,Rizki Maulana Syafei,Faisal Nasirul Haq,dan Tsalis Khoirl Fatna.
Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 sebelumnya mensyaratkan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh minimal 20 persen kursi DPR,atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.
Baca juga: Putusan MK tentang Presidential Threshold dan Respons Partai Politik
Aturan ini telah menjadi salah satu pasal yang paling sering diuji di MK,dengan total 36 kali pengajuan uji materi,termasuk perkara ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Tinjau Jembatan Kemang Pratama yang Ambles, AHY Minta Perbaikan Dimulai Sore Ini
Sindikat TPPO di Bandara Soetta Terungkap, Korban Dijanjikan Gaji hingga Rp 30 Juta
SMAN 21 Bekasi Bingung Gelar Ujian Akhir Usai Terdampak Banjir
Tom Lembong Kecewa dengan Dakwaan Jaksa, Sebut Kerugian Negara Kasus Impor Gula Tak Jelas
KPK Panggil Kepala BPKH Terkait Kasus Investasi Fiktif Taspen
Praktik Curang Penyalahgunaan Barcode BBM Subsidi, Beli Rp 6.800 Dijual Rp 8.600 Per Liter
©hak cipta2009-2020 Berita Hansen Mobile Games