2024-06-07 HaiPress
JAKARTA, - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut Revisi Undang-Undang (UU) KPK hanya akan sia-sia jika presiden tidak memiliki komitmen kuat memberantas korupsi.
Pernyataan tersebut Alex sampaikan ketika dimintai tanggapan terkait pernyataan Ketua Komisi III DPR RI yang menyebut UU KPK Tahun 2019 bisa direvisi.
“Tanpa komitmen kuat dari Presiden dalam pemberantasan korupsi,revisi UU KPK hanya sekedar tambal sulam,” kata Alex saat dihubungi ,Kamis (6/6/2024).
Alex meminta pemerintah meniru Singapura dan Hong Kong dalam pemberantasan korupsi. Mereka dinilai berhasil dalam memberantas rasuah.
Baca juga: Wakil Ketua KPK Setuju UU KPK Direvisi Total
Singapura mendukung penuh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) dan Hong Kong mendukung Independent Commission Against Corruption (ICAC) dalam memberantas korupsi.
“CPIB dan ICAC secara konsisten mendapat dukungan penuh dari pemerintahan yang berkuasa,” ujar Alex.
Menurut Alex,KPK seharusnya juga menjadi supervisor bagi lembaga-lembaga penegak hukum lain yang menangani kasus korupsi.
Namun,menurutnya,saat ini peran bagian supervisi dan koordinasi (Korsup) di KPK hampir tidak berfungsi.
“Sekarang tinggal keputusan pemerintah bagaimana menjadikan KPK sebagai lembaga yang menjadi rujukan lembaga lain ketika bersinggungan dengan korupsi,” tutur Alex.
Baca juga: PDI-P Bakal Dorong Revisi UU KPK karena KKN Semakin Merajalela
Sebelumnya,Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang pacul menyebut,UU KPK bisa direvisi karena banyaknya kritikan dari banyak pihak.
Pernyataan itu Pacul sampaikan dalam rapat antara Komisi III DPR RI dengan Dewan Pengawas (Dewas) KPK di Gedung DPR RI,Jakarta pada Rabu (5/6/2024).
"Kita bisa lakukan revisi karena ini sudah tahun 2019 juga UU-nya,sudah 5 tahunlah. Bisa kita tata ulang karena banyak yang komplain juga," ujar Pacul.
UU KPK memang sering dikritik sejak disahkan pada 2019 lalu. Revisi UU KPK itu dinilai menghilangkan independensi lembaga.
Selain itu,beberapa waktu terakhir beberapa kewenangan KPK juga seperti digoyang melalui putusan pengadilan maupun revisi undang-undang lembaga lain.
Putusan sela perkara Hakim Agung Gazalba Saleh misalnya,menyebut Jaksa KPK tidak berwenang menuntut terdakwa karena tidak mengantongi delegasi kewenangan dari Jaksa Agung.
Padahal,selama 20 tahun berdiri Jaksa KPK tidak pernah meminta delegasi itu karena telah mendapatkan pelimpahan kewenangan dari pimpinan dan UU KPK.
Selain itu,Revisi UU Polri juga dikhawatirkan mengancam independensi KPK. Sebab,draft revisi itu menyebut polisi bisa mengawasi hingga harus dimintai rekomendasi ketika lembaga seperti KPK merekrut Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Global Times: Chinese investments genuinely beneficial, instilling confidence and optimism: Brazilian legislator
Global Times: Kite-making and flying woven with the Yellow River’s legacy
Horizon daya teknologi: memimpin industri pengisian mobil listrik
Global Times: Brazil eyes deeper ties with China in agri-tech, infrastructure in alignment with GDI: Paraná legislator
Global Times: Tariffs on ‘Liberation Day’ unlikely to rescue American economy
Global Times: US tariffs based on flawed logic, will backfire with the US suffering most: former WTO chief Pascal Lamy
©hak cipta2009-2020 Berita Hansen Mobile Games